Minggu, 06 Januari 2013

Postingan Penutup Sebelum Hijrah Ke Kompasiana


“KAMU IBARAT ABANG TUKANG BASO YANG GAK PERNAH GW PANGGIL”

“Yang paling ku ingat.. aku selalu berusaha seceria mungkin dengan sepeda karat ku membelah jalan diantara hamparan sawah menuju madrasahku, tak lupa aku melihat gunung besar di ufuk timur ketika pagi terang, tak peduli ada perawan melihatku, yang ku tahu hanya perempuan itu yang pernah menggetarkan seisi jantungku.”

Selamat malam, sedang apa kamu disana. Ya disana, ditempat yang gak pernah aku tau dimana. aku harap kamu sehat-sehat aja ya, Allah senantiasa menjaga hari-harimu kan, yah aku mendo’akanmu di bawah redup lentera dalam keheningan pagi. Aku ingin kamu tidak gelisah, bosan, marah, seperti yang kau tulis dalam dinding fb mu. Aku ingin kamu jalanin apa yang ada didepan kamu sekarang. Percayalah.
Sepintas ingatan ini membawaku ke masa-masa di Madrasah....
Seperti layaknya seorang bocah madrasah, aku berangkat sekolah dipagi-pagi buta dari karanganyar dengan tujuan kebumen. Yah, radak aneh memang, rumahku dikarangayar sekolah di kebumen di sebuh madrasah di tengah hamparan pematang sawah. Jauh memang, tapi aku lakukan saja seperti biasanya. Dulu aku sempat nyantri, tapi hanya sejenak saja seperti layaknya “mampir ngombe”. Yah karena satu hal aku memutuskan untuk “nglaju”. Alasan yang pedih kalau aku ingat tak lagi nyantri. Bahkan aku tak kuasa lagi menuliskan kisah-kisah ku ketika nyatri. Lupakanlah.
Pagi yang basah, aku menunggu angkot tujuan kebumen. Tak lama kemudian datang angkot tujuan kebumen. Segera aku bergegas menaikinya, seperti biasanya aku langsung mengmbil tempat di bangku belakang.
Yah, bangku belakang. Bangku belakang angkot bagiku adalah simbol kebebasan. Ya, kebebasan buat melihat siapa saja yang ada di depanku, bebas melihat gerak-geriknya segala macem, bahkan bebas kita bisa tiduran di belakang. Benar-benar bebas bukan.
Tak lama setelah aku duduk, angkot melewati perlintasan rel kereta karangayar. Tiba-tiba angkot berhenti, Ini terlihat aneh, soalnya tak biasa ada angkot berhenti di tempat ini. ini bukan tempat yang umum untuk berhenti, apalagi ini jam sekolah.  Tampak sekilas dari kejauhan ada siswi perempuan berkerudung. Dilihat dari kerudungnya aku paham dia sekolah dimana. Yah madrasahku tentunya, dugaan itu diperkuat ketika dia menaiki angkot yang aku tumpangi. Aku paham dengan wajah itu. Dialah wajah yang akhir-akhir ini membuat malamku tak tenang, aku betul-betul merasakan nuansa remaja saat itu. Dia mengambil posisi duduk di belakang supir,. Benar-benar posisi yang pas buat aku pandangi dari spion supir. Hahaha senyum dalam hati melihat perempuan anggun itu dengan jelas.
Tak terasa sampai sudah angkot ini di kebumen kota. Perempuan itu beranjak turun terlebih dahulu, aku berusaha menyusulnya dari bangku belakang dengan susah payah berdesak-desakan dengan penumpang angkot yang memenuhi seiisi angkot pagi itu. Yah dia keburu menaiki becak motor melesat jauh meninggalkan langkahku. Oh sialnya aku.
Sebelumnya, kuberitahu yah... dia bukan orang kebumen kota asli. Ya, dia nge-kost disalah satu kost-kostan di sekitar madrasah. Kebetulan ini hari senin, dia baru bearngkat dari rumahnya. Layaknya anak kost hari minggu adalah waktu untuk pulang kerumah.  *cukup itu saja intermezonya.
Lanjut... aku bergegas mengambil sepeda di tempat penitipan. Dengan muka pucat aku mengayuh sepeda itu berharap aku dapat mengejar becak motor sialan yang sudah mencuri perempuan itu dari pandanganku. “awas kau becak sialan.... akan kuingat2 perbuatan kau pagi ini,,,,”. Dan akhirnya sukses, becak itu tidak dapat terkejar. Biasa ajalah, kalaupun dapat dikejar juga aku gak tau harus ngapain. Absurd memang kisahku ini.
Perempuan itu....
Yah aku banyak tahu tentang perempuan itu, kebetulan teman sekelasku ada yang satu kost dengannya. Dia bercerita banyak hal dari nama panggilannya yang jorok, phobianya yang aku prihatin kalo dengar ceritanya, dan kesukaannya. Yah, sambil aku mendengar temanku bercerita aku sesekali tersenyum dan betapa bahagianya seisi dadaku. Seolah dadaku ada yang memompa dan membesar-membesar meledak mengeluarkan serpihan kertas berwarna merah muda. Benar-benar nuansa remaja... oh absurdnya. Sisi buruknya dari hal yang diceritakan temanku itu adalah aku semakin larut saja dalam jeratan pengandai-andain yang teramat bodoh. Sial.
Satu hal...
Dari nuansa remajaku adalah aku hanya dapat melihatnya dari jauh. Tak kuasa hati ini mendekati perempuan sesempurna itu. Aku sadar diri siapa diri ini. Aku hanya bocah berkulit hitam pendek, hanya sepeda berkaratlah yang menemani hari-hariku saat itu. Aku teralu bodoh mengagumi seseorang. Seharusnya aku sadar, perempuan mana yang tertarik dengan bocah seperti ini. ingin memaki diri sendiri saat itu.
Sesaat aku berusaha membuang jauh-jauh pikiran konyol itu. Ditambah lagi konon dia tertarik dengan sahabat dekatku. Oh lengkap sudah nuansa remajaku, konyol dan sakit pake banget. *serius “ inilah definisi Cinta menurut bang Raditya Dika, sebuah perasaan yang dapat merubah tahi ayam serasa coklat, dan bila bertepuk sebelah tangan coklat serasa tahi ayam. Dan aku membenarkan definisi itu.
Tak terasa sebentar lagi aku meninggalkan madrasah ini. banyak hal yang aku dapat persahabatan, mimpi, obsesi, harga diri, dan perasaan cinta. Ohh.... *sambil benerin sarung.
Yang paling ku ingat.. aku selalu berusaha seceria mungkin dengan sepeda karat ku membelah jalan diantara hamparan sawah menuju madrasahku, tak lupa aku melihat gunung besar di ufuk timur ketika pagi terang, tak peduli ada perawan melihatku, yang ku tahu hanya perempuan itu yang pernah menggetarkan seisi jantungku.
Kini kaupun tak lagi ditempat itu. Entah dimana, aku tak terlalu tahu, yang jelas disini aku masih mengingatmu, ya dirimu si perempuan, panggilan jijik dan phobia aneh. Aku selalu mengingtamu, aku selalu menyebut namamu dikala sepertiga malam, aku berharap dapat menyebut namamu di bawah terangnya sinar dan kaupun mendengarnya, utopis memang, tapi apa salahnya berharap. Barangkali Tuhan mendengarkan suara hati ini.
Pesanku jalani saja apa yang ada di hadapanmu kini, Tuhan sudah punya rencana yang indah untuk kamu percayalah. Perawat, sungguh lembut jika itu benar ada padamu. Aku kini Dalam senyum yang jujur.
#LOVELY-LUT**
(sama sekali aku tak harap simpatimu, aku hanya ingin kau tahu dulu aku memerhatikanmu)
Maaf aku menggunakan kata lovely. 
“JODOH itu ibarat ABANG TUKANG BAKSO, kalo lu gak pernah manggil, yah bakalan lewat begitu saja dan gak bakal berhenti” tapi satu hal, pasti ABANG TUKANG BAKSO itu bakal balik lagi lewat didepan kita, PERCAYALAH”
 HUHUHUHU, GW HARAP LU LEWAT LAGI DONG DIDEPAN GW.... HUHUHU *Sambil buka CD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar